Wednesday 24 June 2015

TKW ku Malang..



 



Hari ini saya dan Mas Bojo buka puasa bersama dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia yang saat ini berada di shelter di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Para TKW ini sedang menunggu keputusan mahkamah (pengadilan) Malaysia untuk memutuskan perkara mereka. Masalah yang dihadapi bermacam-macam, ada yang berbulan- bulan tidak dibayar gaji, disiksa oleh majikan dan ada juga yang lari karena bekerja tanpa ada jam istirahat serta tidak diperbolehkan mengunakan handphone untuk berkomunikasi dengan keluarga mereka dikampung walau hanya sekedar bertanya kabar. Sungguh menyayat hati mendengar kisah mereka. Jika masalah mereka selesai maka KBRI akan memulangkan mereka ke kampung asal mereka masing-masing.

Menjadi TKW pastilah bukanlah cita-cita mereka. Siapa yang bercita-cita ingin menjadi pembantu? inilah takdir hidup yang harus mereka jalani. Kemiskinan telah merenggut mereka dari dunia pendidikan. Kemiskinan telah merenggut mereka dari orangtua, suami dan anak mereka. Harapan mereka hanya satu, yakni ingin membebaskan keluarga mereka dari kemiskinan.  Jika mereka lemah iman, bisa saja mereka menjual diri atau menjadi pengemis di jalan jalan agar dibelas kasihani orang. Tapi mereka berani menyebarangi lautan untuk berjuang dengan bekerja sebagai pembantu. Pekerjaan halal yang mereka cari bukan jalan pintas dengan menjual kemiskinan mereka agar orang lain iba. Sungguh mengagumkan semangat mereka. 

Dalam masyarakat patriaki, perempuan selalu menjadi nomor dua. Laki-laki lebih banyak mendapatkan pendidikan dari orangtua mereka. Anak perempuan dianggap tidak perlu memperoleh pendidikan tinggi, kalau perlu tidak bersekolah bagi yang tidak mampu. Ribuan sarjana sulit untuk mendapatkan pekerjaan, apatah lagi yang tidak memiliki pendidikan? menjadi TKW adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Janji janji manis para agen yang datang ke kampung mereka, memberikan sembako, menjanjikan pekerjaan yang bagus, tidak semuanya seperti yang dijanjikan bahkan kadang mereka dipaksa untuk bekerja yang berlawanan dengan hati nurani mereka.

Hati terasa tersayat dan terluka. Meski itu tidak terjadi pada diri saya pribadi tapi saya dapat merasakan derita mereka, saya juga mengalami kesulitan hidup di masa kecil sampai remaja. Sehingga saya memiliki empati dan simpati kepada orang-orang yang susah, karena saya tahu benar rasanya menjadi orang miskin, dan dihina oleh orang lain. Saya tahu benar, orang miskin jarang dibela bahkan oleh hukum sekalipun kadang tidak berpihak. 

Yang saya tanyakan, dimanakah peranan negara? bukankah negara harus mensejahterakan rakyatnya? sementara hanya kasus korupsi yang naik kepermukaan tanpa sanggup diberantas..bahkan koruptorpun keluar penjara masih kaya raya, sumbang masjid, hajikan orang-orang maka bersihlah nama mereka. Kolektif memori masyarakat kita sangat lemah. Kekuasaan dan uang telah membutakan NURANI manusia. Keadilan tak lagi berpihak kepada yang lemah, tapi berpihak pada UANG. Betapa miris Indonesia mengirimkan kaum perempuannya menjadi pembantu! bukan tenaga profesional! dan ketika bermasalah tak banyak yang tersentuh oleh yang namanya keadilan, negara tak mampu memberikan perlindungan yang layak. Sungguh miris..

Dulu waktu kecil saya sempat bercita-cita jadi pengacara, namun keinginan itu pudar, luluh lantak seketika. Alm Ayah saya tidak berdaya menghadapi pemilik warung yang dibantu pengacara mengenai masalah sewa menyewa, meski sudah ada perjanjian tapi tetaplah Alm Ayah saya kalah. Uang bisa membeli segalanya. Tentu tidak semua pengacara seperti itu. 

Jika saya bisa bertemu lebih awal dengan para TKW, mungkin saya akan kembali ke cita- cita saya dulu untuk kuliah hukum. Jika saya tak dapat menolong Alm Ayah seharusnya saya dapat menolong orang orang yang sama tak berdayanya melawan orang orang yang mempermainkan hukum. Penyesalan yang ada, meski begitu saya akan berusah membantu mereka dengan cara yang lain. Semoga Allah SWT memberikan saya kesehatan dan umur yang panjang agar bermanfaat bagi semesta alam.

Derajat kita sama di mata Allah, apapun status kita di masyarakat. Jangan merasa diri lebih tinggi dibanding manusia lain ataupun mahkluk lain. Semoga kita selalu menjadi pribadi yang bersyukur, selalu melihat ke bawah, bahwa masih banyak orang yang lebih menderita hidupnya dibanding kita. Marilah kita saling mengasihi terhadap sesama mahkluk ciptaanNYA.

Saya yakin masih ada jiwa jiwa yang memiliki nurani untuk memperjuangkan nasib nasib para TKW nan malang ini...








No comments:

Post a Comment

Bobby, sang pelipur lara telah pergi untuk selamanya...

Bobby in loving memory Jiwa yang baik telah pergi Rabu, 26 Desember 2018. Bobby pergi dalam usia 13 tahun dengan berbagai probl...