Tuesday 21 January 2014

S L A M E T

Badannya kurus dan hitam. Meski kurus dia sangat kuat. Dia masih  duduk di sekolah dasar.  Kelas lima.  Usianya baru sebelas 11 tahun. Slamet namanya. Adiknya ada 4 orang, semuanya perempuan. Slametlah anak laki laki satu satunya. Ibunya buruh cuci dan  Pak Joko ayahnya seorang agen penjual tiket bis di terminal.

Pak Joko setiap hari berada di terminal untuk mencari penumpang. Kalau tidak dapat menumpang, sampai rumah ia sering marah. Tak jarang Pak Joko bertengkar dengan Bu Sumi istrinya, bahkan Slamet kerap jadi sasaran jika Slamet ada di dekatnya. Jika Pak Joko bertengkar dengan Bu Sumi, maka Slamet akan membawa adik adiknya bermain, dia tidak mau adik adiknya mendengar pertengkaran orangtua mereka.

Usia Slamet mungkin baru 11 tahun. Tapi Slamet adalah seorang anak yang kuat, tabah, pintar serta baik perilakunya. Di sekolahpun ia juara kelas. Padahal sepulang sekolah ia bekerja di pasar menjadi tukang cuci piring sebuah warung bakso yang sangat laris. Malam hari Slamet ke mushola untuk belajar mengaji,  selesai mengaji  baru dia belajar. Meski tidak mendapatkan ajaran  agama yang baik dari orangtuanya, Slamet tumbuh menjadi anak yang sholeh.

Sifat Slamet yang sopan, baik, lembut dan rendah hati seperti seorang anak yang terdidik dari sebuah keluarga yang harmonis dan perpendidikan. Padahal Slamet sama sekali tidak mendapat pendidikan yang sewajarnya dari orang tuanya. Pak Joko sibuk setiap hari di Terminal Bus.  Bu Sumi hari harinya habis dari rumah ke rumah untuk menjadi buruh cuci. Anak anaknya tumbuh dengan sendirinya.

Ada kata pepatah  yang mengatakan " Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya", untuk kasus Slamet itu tidak berlaku. Meski  Pak Joko agak sedikit kasar tapi Slamet sama sekali tidak mewarisi sifat bapaknya. Anak seorang kyai, belum tentu juga akan pandai mengaji.Anak seorang guru, belum tentu akan pintar dan juara kelas. Slamet juara kelas meski bukan anak seorang guru. Slamet pandai mengaji meski bukan anak seorang Kyai.

Suatu malam,  Bu Sumi meminta Slamet menjemput bapaknya pulang. Slamet mengajak sahabatnya Andi untuk menemaninya ke terminal. Sesampainya di terminal, mereka  melihat Pak Joko bersama  seorang perempuan di terminal.

"wach bapakmu pacaran met" bisik Andi

"gak mungkin, meski pemarah bapakku bukan orang seperti itu" bela Slamet.

" Bodoh kamu, masak bukan pacaran makan berdua di warung? Ayo kita datangi biar malu bapakmu, di sana juga banyak orang biar bapakmu kapok!' ajak Andi setengah memaksa.

"Jangan! jika kita ke sana, nanti ribut, bapakku bisa dipecat oleh bosnya. Meski bapakku sering memarahiku tapi dia tetap bapakku. Aku tidak akan mempermalukan bapakku di depan orang banyak. Dan aku percaya pada bapakku, tidak mungkin dia pacaran dengan perempuan manapun" mati matian Slamet  membela bapaknya di Andi.

" Ayo kita pulang, Slamet menarik tangan Andi.

"Ingat jangan kamu bilang apa yang kamu lihat kepada ibuku,  aku tidak mau ibuku sedih, lagipula belum tentu tuduhanmu benar, kamu mau bapakmu aku tuduh pacaran jika melihat dia duduk dengan perempuan lain? tanya Slamet pada Andi.

"nggaklah, siapapun yang nuduh bapakku, aku hajar kata Andi.

 " jika kita sebagai anak mempermalukan dan menuduh bapak kita jahat, maka oranglainpun akan berlaku buruk pada bapak kita, sebagai anak kita harus hormat dan tidak boleh durhaka kepada orangtua kita" bukankah itu yang dikatakan oleh Ibu Guru disekolah kita tadi siang? ulang Slamet.

" Ya met, kamu benar, kita harus percaya dan  hormat pada orangtua kita, belum tentu tuduhan kita benar, fitnah lebih kejam dari pembunuhan, lanjut Andi.

Andi segera mengkayuh sepeda tua itu dengan cepat. Mereka tertawa gembira. Mereka tetaplah anak anak. Semoga anak anak itu tetap berpikiran jernih. Tidak teracuni oleh hal yang tidak baik yang merusak jiwa mereka. Biarlah anak anak hidup dengan pilihan mereka.

Sampai di rumah Slamet "terpaksa" berbohong kepada Bu Sumi bahwa bapaknya sedang ada urusan dengan temannya. Slamet dapat merasakan jiwa bapaknya, meski sering marah, pada dasarnya bapaknya orang yang baik. Dia tidak pernah menuntut banyak sebagai anak. Kata Ustad Yusuf, guru ngajinya, tidak hanya orangtua yang punya kewajiban terhadap anaknya, tapi anak juga punya kewajiban terhadap orangtuanya, yakni menghormati orangtua dan membantu mereka disaat susah.

Ketika Slamet akan tidur, bapaknya datang. Bapaknya membawakan nasi goreng untuk mereka semua.

"met, bangunkan adik adikmu, ini bapak ditraktir nasi goreng sama ibu guru  yang  hampir kecopetan  diterminal"
" bapak ditraktir? ya bapak menolongnya," bapak ikhlas saja met"

Slamet segera membangunkan adik adiknya. Bau nasi gorengnya sangat sedap.  Mereka makan nasi goreng itu dengan lahap.

Cerpen#percaya#hormat#persahabatan#hidup#perjuangan#miskin#sholeh#



No comments:

Post a Comment

Bobby, sang pelipur lara telah pergi untuk selamanya...

Bobby in loving memory Jiwa yang baik telah pergi Rabu, 26 Desember 2018. Bobby pergi dalam usia 13 tahun dengan berbagai probl...